Minggu, 31 Maret 2013

Stres Pada Ibu Bikin Bayi Laki-laki Berisiko Kena Gangguan Otak


Jakarta, Masa kehamilan adalah masa-masa yang sangat rentan. Terlebih lagi, apapun yang dirasakan dan dialami si ibu hamil kemungkinan besar juga akan menular ke calon bayinya. Hal ini senada dengan temuan tim peneliti asal AS yang mengatakan bahwa ibu hamil dapat menularkan efek stres yang dialaminya ke calon bayinya lewat plasenta.

Sebab stres akan berdampak terhadap protein yang mempengaruhi perkembangan otak si calon bayi. Bahkan protein tersebut dapat mempengaruhi otak bayi perempuan dan laki-laki dengan cara yang berbeda.

"Hampir segala hal yang dialami oleh bumil sepanjang masa kehamilan akan 'berinteraksi' dengan plasenta dan dikirimkan ke janin. Tapi dengan begitu kini kami memiliki penanda pada si janin bahwa ibunya mengalami stres," tandas ketua tim peneliti Dr. Tracy Bale dari School of Veterinary Medicine, University of Pennsylvania, AS.

Kesimpulan ini diperoleh setelah peneliti mempelajari sejumlah tikus betina yang dipapari stres ringan seperti bau rubah atau pemangsa dan suara-suara yang asing di telinganya, terutama di minggu pertama kehamilan.

Dari situ peneliti dapat mengidentifikasi adanya sebuah protein bernama OGT yang kadarnya jauh lebih rendah pada plasenta tikus yang stres daripada tikus yang tidak stres.

Padahal dari studi ini juga diketahui penurunan kadar OGT dapat memicu perubahan lebih dari 370 gen di dalam otak si calon anak tikus. Banyak diantaranya yang berperan krusial untuk perkembangan si calon anak tikus, seperti untuk mengatur penggunaan energi, pengaturan protein hingga menghasilkan koneksi antarsel saraf. Protein ini juga berfungsi melindungi otak janin selama masa kehamilan.

Menurut peneliti, temuan yang dilaporkan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences juga dapat diberlakukan pada manusia. Pasalnya berdasarkan analisis terhadap plasenta manusia terlihat bahwa bayi laki-laki memiliki kadar OGT lebih rendah daripada bayi perempuan. Kondisi ini juga ditemukan pada calon anak tikus karena kadar OGT pada plasenta anak tikus jantan lebih rendah daripada yang ada pada plasenta anak tikus betina.

Peneliti percaya temuan ini dapat menjelaskan kaitan antara stres yang dialami seorang wanita saat mengandung dan gangguan seperti autisme dan schizophrenia karena kedua gangguan ini lebih banyak ditemukan pada bayi laki-laki, termasuk dengan kondisi yang lebih parah daripada jika bayi perempuan yang memilikinya.

Jadi rendahnya kadar OGT ini telah dialami si bayi laki-laki sejak dalam kandungan sehingga ketika ibunya stres, otak mereka akan berisiko lebih besar untuk mengalami gangguan.

"Dari studi ini kami berharap dapat memprediksi tingkat kecenderungan terjadinya penyakit neurodevelopmental," ungkap Dr. Bale seperti dilansir Daily Mail, Senin (11/3/2013).

"Karena jika kami dapat memahami adanya penanda paparan stres maka kami dapat mengetahui profil genetik dari individu yang terkena misalnya penyakit neurodevelopmental dan mengawasi anak-anak yang berisiko tinggi mengalaminya," tutupnya.


sumber : http://health.detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar